Selasa, 05 April 2011

Ironi SD Negeri Amamapare Dalam Gelimang Emas PT. Freeport Indonesia

Timika - Ironis memang jika dibayangkan, bahkan untuk melihatnya saja tak sanggup sepasang mata ini memandang nasib tragis Sekolah Dasar Negeri yang satu ini.

Berada di daerah bergelimang emas dan tembaga yang menjadi salah satu tumpuan masyarakat Indonesia dan dunia, namun entah karena apa, masih harus memanfaatkan kayu mange-mange (bakau) dan sejumlah barang bekas dari PT Freeport indonesia yang disulap menjadi sebuah bangunan sekolah dengan 4 ruang kelas dengan 308 siswa.

Seperti yang diungkapkan Minika Pakairuru, salah seorang pengajar SD Negeri Amamapare, kepada Wakil Ketua Komisi C DPRD Mimika, Muhammad Nurman Karupukaro didampingi sejumlah wartawan saat berkunjung ke Pulau Karaka, awal berdirinya sekolah dasar ini dari keinginan sejumlah warga dan orang tua yang ada di Pulau Karaka, karena banyak anak yang belum mengenyam pendidikan sedangkan akses transportasi cukup sulit dari pemukiman mereka.

Saat dilakukan pendataan calon siswa, tercatat 692 orang namun setelah dikelompokkan berdasarkan umur hanya 308 siswa yang akan mengikuti pendidikan sekolah dasar sedangkan selebihnya yang kebanyakan siswa putus sekolah menengah pertama dan sekolah menengah atas diikutkan dalam program pendidikan kejar paket A dan Paket B.
Minika mengakui banyak kendala yang dihadapi dalam proses belajar mengajar karena fasilitas yang sangat minim, bahkan tak jarang sekolah harus diliburkan jika cuaca tidak bersahabat karena bangunan sekolah yang sangat darurat ini.
”Untuk perlengkapan sekolah yang ada hanya papan tulis saja, sementara yang lainnya, seperti kapur, buku-buku panduan guru, terpaksa diusahakan sendiri oleh guru yang bersangkutan,” ungkap Minika.
Untuk menghidupi para guru honor yang mengajar di sekolah ini, setiap siswa harus membayar iuran bulanan karena hingga saat ini belum ada alokasi dana dari dinas pendidikan kabupaten Mimika. Beberapa bulan lalu sekolah ini sempat mendapat bantuan dana biaya operasional sekolah (BOS) dari dinas pendidikan, yang dipakai untuk membayar honor guru selama 7 bulan.  
tragedi dunia pendidikan Indonesia di era globalisasi mungkin menjadi kalimat yang pas untuk menggambarkan kondisi yang terjadi di SD Negeri Amamapare yang terletak di pulau Karaka, tepat didepan pelabuhan laut perusahaan tambang emas raksasa PT Freeport Indonesia dan berada di dalam kabupaten mimika dengan anggaran pendapat belanja daerah tahun 2011 senilai 1,4 triliun rupiah.

Ironis, dalam kacamata praktis orang kebanyakan akan berhitung, berapa duit kah yang dibutuhkan untuk memberikan fasilitas empat ruang kelas yang layak bagi terciptanya proses belajar mengajar generasi produktif ini?

Atau berapa duit kah yang dibutuhkan untuk menyediakan papan tulis, atau kapur atau spidol atau apapun itu sarana dan prasarana belajar memadai agar terpuaskan batin dan raga generasi ini dimasa dewasanya, bisa mengenyam bangku pendidikan meski kondisi lingkungan kemasyarakatan tradisional.

Nampaknya, kondisi ini tetap menjadi cerita tragis dunia pendidikan, yang tidak akan sempat diperbincangkan para pemegang otoritas dunia pendidikan di negeri ini, karena sejauh mata memandang dan badan merasakan, yang terjadi di daerah Kamoro tanah Amungsa ini memang demikian faktanya.

Bahkan pemerintah pun tak lebih menjadi subordinasi perusahaan tambang raksasa, PT Freeport Indonesia ini, karena nyaris tidak memiliki nilai tawar sedikit pun.

“Memang anak-anak ini seringkali terganggu saat belajar karena ruangan juga belum ada dindingnya,” jelas kepala SDN Amamapare, Yulius Nawipa saat ditemui wartawan di lokasi sekolah.

Entah apa yang terjadi dengan para pemimpin di negeri ini, jika bicara soal politik atau program pembangunan, semua terdengar indah namun dalam pelaksanaan jauh panggang dari api.

Bagi kepentingan yang jelas-jelas menentukan nasib bangsa dan negara ini kedepan, seperti dunia pendidikan yang dialami SDN Amamapare, jangankan kata, nampaknya niat pun seakan tak ada atau sulit muncul pada diri mereka - siapa pun yang merasa memiliki otoritas untuk melakukan intervensi positif demi tertutupnya ‘aib’ bangsa dan negeri ini--.

Entah sampai kapan niat mulia para generasi muda ini (anak-anak) untuk mengenyam pendidikan yang didukung oleh motivasi tak kenal lelah para tenaga guru ini, akan dibiarkan terkubur karena termakan kejenuhan? Akan kah tragedi semacam ini dibiarkan, terpelihara di negeri ini?

Jawabnya hanya ada pada kesadaran nurani para penguasa dengan mitra kapitalisnya! Semoga ada lirikan memandang ‘aib’ tragis SDN Amamapare ini. (OH/SW/AK)

3 komentar:

  1. freeport dan pemerintah pusat memang rakus dtng hy kuras emas & merusak lingkungan dipapua trus kabur..

    BalasHapus
  2. fakta kebalik dari bujuk2 kesejahteraan

    BalasHapus
  3. Berjuang demi menyelamatkan harta bangsa demi anak bangsa..

    BalasHapus