Kamis, 14 April 2011

Jenasah Daniel Mansawan di Office Building 1 Kuala Kencana

Sejumlah perwakilan manajemen PTFI turut hadir pada penghormatan dan pelepasan jenasah Daniel Mansawan di Office Building 1, Kuala Kencana. Daniel Mansawan menjadi korban penyerangan kelompok tak dikenal di Jl. Tanggul Timur Mil 37, areal PTFI kamis (7/4) lalu.

Isak Tangis Penjemputan Jenasah Harry Siregar

Isak Tangis ibu mertua mendekap anak almarhum Harry Siregar saat menjemput jenasah di helipad pos 400 kuala kencana

Rabu, 13 April 2011

Misteri Dibalik Kematian Mansawan-Siregar


Timika – Masih segar dalam ingatan kejadian kamis petang (7/4) lalu, kendaraan Toyota LWB no lambung SA-25 yang dikendarai oleh dua karyawan senior PT. Freeport Indonesia ditemukan dalam kondisi hangus terbakar bersama penumpangnya dengan beberapa lubang dibadan mobil yang diduga bekas tertembus peluru.         
Kejadian yang berlangsung di jalan tanggul timur, mil 37 hanya berjarak beberapa ratus meter saja dari lokasi penembakan yang terjadi sehari sebelumnya terhadap Toyota LWB TRMP (Tailing River Manajemen Project) dengan no lambung 01-4063, yang dikemudikan Abdul Simanjuntak bersama rekannya Agus Pata.

Dua kejadian berlangsung hanya berselang kurang dari 24 jam di lokasi yang hampir berdekatan, memunculkan tanda tanya karena pada hari naas itu, di ruang kerjanya, Wakapolres Mimika Kompol Mada Indra Laksanta, SIK Msi, mengaku sejak pagi pasukan gabungan TNI-Polri telah melakukan penyisiran di lokasi penembakan yang terjadi sehari sebelumnya.

Lantas dimana sejumlah pasukan yang diakui sedang melakukan penyisiran tersebut? Bukankan aparat yang menjaga di areal ini adalah sejumlah pasukan pilihan yang didukung persenjataan memadai, terlebih beredar selentingan sejak serangkaian teror penembakan tahun 2009 silam, perusahaan ini sudah dilengkapi berbagai teknologi pengamanan yang canggih mulai dari pantauan kamera CCTV hingga pantauan satelit.

Ironis memang, seakan tak ada lagi kemampuan semua pihak untuk menyibak sebab-musabab dibalik peristiwa tragis yang menimpa dua karyawan senior Departemen Security and Risk Management PT Freeport Indonesia, Daniel Mansawan dan Harry Siregar, Kamis (7/4) pekan silam.

Mati terpanggang masih dalam keadaan hidup, seperti disampaikan ahli forensik Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta, dr. Jaya pada, Sabtu (9/4), usai melakukan otopsi dua jasad yang tersisa arang di Rumah Sakit Save Our Soul (SOS), Tembagapura.

Sebuah kejahatan kemanusiaan yang hanya muncul dalam cerita fiksi tetang perebutan kekuasaan antar klan mafia yang penuh dendam kesumat, namun kini terjadi didepan mata kita.

Sekonyong-konyong muncul kesan terbungkamnya hati nurani setiap orang yang mungkin mengetahui jejak-jejak kematian mereka yang kini telah tenang di alam baka, meski tetap menyayat pilu kepedihan isteri dan anak serta keluarga yang ditinggalkan. Seakan tak ada lagi rasa, selain memikirkan pundi-pundi kekayaan yang mampu dihasilkan setiap oknum dari ladang subur penambangan emas dan tembaga, PT Freeport Indonesia (PTFI).

Siapakah yang telah ‘membungkam’ (tak ingin bicara-red) dan ‘dibungkam’,  kini jadi pertanyaan setiap karyawan PTFI bahkan orang di kabupaten Mimika dan Papua yang mengetahui betapa perusahaan multinasional ini begitu getol mengagungkan karyawan sebagai asset terbesar yang patut dan wajib dilindungi keselamatannya dari gangguan apapun, terlebih kematian tragis seperti yang dialami Mansawan-Siregar.

Kalau pun ada niat untuk bicara seperti yang sempat terungkap dalam perbincangan dengan Senior Manager Security and Risk Management (SRM) PTFI, Simon Petrus Morin di Tembapura saat prosesi otopsi jenazah masih berlangsung, Jumat (9/4), yang seakan menampilkan kebingungannya terhadap tindakan kedua almarhum saat kejadian untuk kembali ke tempat kejadian peristiwa (TKP) penembakan, Rabu (6/4).

“Saya juga heran, kenapa Daniel (Almarhum) ini kembali ke TKP, padahal pagi harinya, dia juga sudah kesana. Kita kan sedang menunggu mereka berdua untuk rencana meeting sore itu di Kuala Kencana,” kata Morin yang terkesan mengeluarkan kepedihannya dihadapan isteri almarhum Harry Siregar dan keluarga Mansawan.

Meski niat bicara terdengar hanya terbatas, memunculkan persepsi yang mempertanyakan, siapakah yang telah memerintahkan kedua almarhum untuk kembali ke TKP. Almarhum Mansawan dan Siregar, dalam perspektif ungkapan Morin tentu saja hendak mengatakan bahwa keduanya telah melakukan pelanggaran prosedur karena melakukan pekerjaan tanpa sepengetahuan dirinya, selaku Senior Manager di departemen SRM PTFI.

Namun adakah fakta lain yang mampu menggandeng niat pengakuan Morin?

Departement Coorporate Communication PTFI melalui juru bicara perusahaan, Ramdani Sirait yang selama ini diketahui sebagai satu-satunya corong perusahaan, justru terkesan menutup-nutupi peristiwa sesungguhnya yang telah menimbulkan ketidaknyamanan para karyawan di PTFI. Kalau pun ada niatan buka suara, itu hanya terbatas melalui program short message service (SMS) seolah takut untuk terlibat tanya jawab dengan para jurnalis.

“Keluarga besar PTFI sangat berduka atas meninggalnya kedua karyawan kami tersebut dan rasa belasungkawa sedalam-dalamnya kami sampaikan kepada keluarga korban. Penyampaian rasa duka cita dan solidaritas beberapa karyawan PT Freeport Indonesia berlangsung dengan damai dan kegiatan operasi PT Freeport Indonesia berjalan dengan normal,” tulis Ramdani pada salah satu SMS-nya yang dikirimkan kepada sejumlah wartawan di Timika, sesaat setelah peristiwa penemuan jasad Mansawan-Siregar terjadi.

Sikap yang ditunjukkan pihak perusahaan seolah member signal, betapa harapan keluarga korban, seperti yang diungkap isteri almarhum Mansawan, Welmina Nussy Mansawan, Senin (11/4) didepan Office Building (OB) 1 di Kuala Kencana, yang meminta pihak perusahaan mengungkap misteri kematian suaminya, nampaknya hanya akan tetap menjadi misteri yang sulit terpecahkan.

Kalau pun ada fakta lapangan yang diketahui karyawan PT Freeport Indonesia pada peristiwa kematian Mansawan-Siregar, niatan membuka suara itu pun ibarat menyerahkan diri dalam terkaman ‘singa lapar’ yang siap melahap kehidupan sang karyawan.

Jangankan untuk berbagi fakta dan data yang diketahuinya, untuk menampilkan wujud solidaritas untuk berbagi rasa bersama keluarga korban dengan resiko tidak bekerja, terkesan diliputi kekuatiran yang besar akan sanksi yang mungkin didapat karena tidak bekerja.

Memilih tekanan pihak manajemen pun terpaksa menjadi pilihan satu-satunya bagi karyawan,  meski diliputi rasa takut  memikirkan nasibnya yang juga berpeluang mengalami nasib tragis, seperti yang dialami 4 orang karyawan korban teror penembakan yang sudah pergi mendahului.

Fakta ini menunjukkan bagaimana hati nurani setiap karyawan seakan sengaja ‘dibungkam’, meski dalam kepedihannya mengantarkan jasad almarhum Siregar dan Mansawan yang entah bagaimana bentuknya. Suara nurani pun hanya mampu berteriak, dalam kerumunan massa aksi aksi solidaritas yang spontan menyikapi kejadian tragis ini. ”Jangan bunuh kami..! Kami juga anak negeri..! Kami anak bangsa ini...!.”

Suka tidak suka, mau tak mau! Satu-satunya harapan yang mungkin masih tersisa bagi keluarga korban dan sekian ribu karyawan PT Freeport Indonesia, yang kini harus berpikir dan menantikan kapan gilirannya atau siapa lagi yang menjadi korban? Tinggallah mengharapkan tindakan profesional penyidik dalam nurani untuk menghentikan tragedi yang selama ini telah mempermainkan rasa kemanusiaan di tanah ini. 

Tampaknya masih ada secercah harapan untuk menantikan usaha pimpinan PT Freeport Indonesia, Armando Mahler,  dalam suatu kesempatan berbincang di Tembagapura, Sabtu (9/4) yang meminta jajaran Intelejent Section Departemen SRM PTFI untuk sesegera mungkin membantu pengungkapan kematian misterius Mansawan-Siregar ini.

“Saya minta barang bukti yang ada di Kepolisian dapat dijaga 24 jam dan sesegera mungkin dapat dibantu agar pengungkapan pelaku peristiwa tragis ini dapat diungkap dan pelakunya diberikan sangsi hukum tegas,” kata Mahler saat menantikan penjelasan hasil forensik dr Jaya, disalah satu ruangan Rumah Sakit SOS Tembagapura.

Pernyataan senada juga diungkapkan Vice Presiden Corporate Communication PTFI, Sinta Sirait pada pelepasan jenazah Daniel Mansawan di Office Building 1 Kuala Kencana. “Kami berterima kasih atas kepercayaan pihak keluarga kepada perusahaan dan kami akan berusaha menyelesaikan masalah ini,” kata Sinta yang disambut tepuk-riuh pelayat jenazah almarhum Mansawan.

Akan kah peristiwa demi peristiwa yang terjadi di areal pertambangan emas dan tembaga ini akan terus berlanjut atau dapat dihentikan, tergantung dari keseriusan dan keinginan dari semua pihak untuk mengungkap kasus yang telah mengoyak rasa kemanusiaan. Niatan dari pihak perusahaan, ketegasan dari aparat penyidik dan keberanian dari para karyawan untuk bersuara dan tak diam dengan peristiwa ini niscaya menguak tabir kelam di areal pertambangan emas raksasa ini.    

Saat ini, jerit kesakitan Mansawan-Siregar memang telah tertutupi dalam kehidupan abadi bersama sang Khalik. Namun Mansawan-Siregar lainnya pun masih tersisa, yang meninggalkan misteri dibalik peristiwa ini. Semoga pihak perusahaan tak lupa dengan dengan point penghargaan terhadap hak hidup manusia yang tercantum pada sebuah flayer Hak Asasi Manusia (HAM) tepat di ruang lobby Office Building 1, Kuala Kencana. Dan semoga aparat kepolisian mampu bekerja professional untuk menciptakan rasa aman bagi warga, sehingga tak ada lagi spanduk keprihatinan “kami karyawan bukan hewan buruan”. (TIM)

Senin, 11 April 2011

Aksi Solidaritas Paska Tewasnya 2 Karyawan Senior PT Freeport Indonesia

Beberapa spanduk dan poster yang dipasang oleh pengunjuk rasa di depan kantor PT. Freeport Indonesia (Office Building 1) di Kuala Kencana, sabtu (9/4) lalu.

2 killed as Freeport's car burned in Indonesia

Two employees of US mining giant Freeport were killed when the company car they were traveling in caught fire near the world's largest gold mine in a restive Indonesian province, the company and police said Friday.

Ramdani Sirait, a spokesman for Freeport Indonesia, said police had suggested to them that unidentified gunmen had fired at the car.

However, Maj. Mada Indra Laksanta, deputy chief of local police, said it was too early to conclude that the car was shot at.

Another officer, who spoke on condition of anonymity, said scene investigators had found a bullet casing near the burned car.

Thursday's incident came just one day after unidentified gunmen ambushed a Freeport van, injuring two employees. Sirait said the latest incident did not affect operations at the mine in Papua province, which has been a target of violence since production began there in the 1970s.

Laksanta said that the bodies of the victims were beyond recognition, but the officer identified them as Freeport's Indonesian security manager and his deputy.

The mine is run by Arizona-based Freeport mcmoran Copper & Gold Inc.

Papua, Indonesia's easternmost province, is home to a four-decade-old, low-level insurgency against the government, and members of the Free Papua Movement - who see Freeport as a symbol of outside rule - have been blamed by authorities for the attacks. (AP)

Toyota LWB SA-25 Korban Penyerangan di Jalan Tanggul Timur, Mil 37

Toyota LWB no lambung SA-25 yang ditumpangi Daniel Mansawan (Manager Security Lowland) dan Harry Siregar (Chief Guard Security Lowland) yang ditemukan hangus terbakar dengan beberapa lubang bekas tembakan di jalan tanggul timur, mil 37, areal PT. Freeport Indonesia, kamis (7/4) lalu.